Tadi siang, aku melihat insta story seorang teman, tentang adanya akun hater dari seorang public figure yang cukup terkenal di Indonesia. Si akun hater tersebut utamanya meng-upload dan memberi komentar – komentar pedas di foto artis , yang ternyata mendapat sambutan ramai dari para netizen, mayoritas mendukung pernyataan benci si hater.
Udah biasa ya, zaman sekarang melihat fenomena seperti itu?
Yes!
Apa yang menarik perhatianku adalah.. si artis adalah seorang ibu, di mana akhir-akhir ini ia terkenal karena citra kesempurnaan pengasuhan anak yang ia bangun di media sosial Instagramnya, dan si hater yang berkomentar pedas karena tidak suka pada citra tersebut.
Banyak yang mengecam si akun hater, karena yaa, kita semua emang ga suka kan ya, sama respon negatif yang bisa bikin emosi ikutan naik. Secaraa, bergelut sama urusan bocah n rumah tangga aja udah bikin esmosi, ditambah lagi liat hater cem gituan. Hadeh…
Tapi…
Aku mau menyoroti dari sudut pandang lain. Sudut pandang ku yang bukan ahli sosial, tapi ahli kepo dan suka mikir tentang fenomena yang terjadi di media sosial 😁.
Kenapa kok sampai si bu artis itu dibikinin akun Instagram khusus untuk mem-blow up semua keburukannya? Padahal kalau dilihat , bu artis itu tidak posting untuk menyakiti siapapun, apalagi nyinyir..
Inilah salah satu akibat dari penggunaan media sosial yang semakin besar jumlahnya. Besar dalam jumlah penggunanya, juga jumlah waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dalamnya.
Yuk kita ngomongin sedikit tentang data.. ini adalah chart yang menggambarkan pertambahan jumlah pengguna instagram dari tahun 2013 hingga 2017. Data selengkapnya bisa di akses di sini yaa.
Dengan besarnya jumlah pemakaian media sosial itu, otomatis juga mengubah gaya hidup dan cara pandang kita dalam hidup.
Hidup kita bukan lagi tentang hari ini ketemu siapa aja di jalan, di kantor, di sekolah, di pasar, di mall.. Tapi juga tentang apa yang si A post hari ini, apa yang si B pake ke kantor hari ini, merk lipstik apa yang dipake si C tadi pagi, yang semuanya bisa kita tau cuma dengan duduk atau sambil tiduran cantik , tanpa harus keluar rumah panas-panasan, macet-macetan, atau khawatir ketauan karna lagi ngeliatin orang.
Sadar ga sih? Media sosial itu sekarang jadi salah satu sumber stress dan mood swing kita gaes! Ga percaya? Sudah ada (banyak) riset tentang penggunaan media sosial ini, yang membuktikan bahwa media sosial ternyata meyebabkan kesehatan mental penggunanya jadi terganggu. Salah satunya bisa kalian cek di artikel dari bbc.com tentang media sosial ini.
Oke, kembali ke topik tentang fenomena si bu artis dan hater nya tadi. Sebut aja bu artis itu dengan sis A ya.
Sebetulnya, aku udah cukup lama menyadari bahwa postingan sis A itu rada membual dan tau bahwa banyak ibu-ibu (muda maupun agak tua) yang terganggu dengan keindahan hidup yang sis A gambarkan di halaman instagramnya. Hanya saja aku tidak terlalu peduli (alhamdulillah , hehe..).
Tapi ketika tau , ternyata sampai ada akun instagram yang khusus dibuat dan didekasikan untuk menjelek-jelekkan sis A, aku jadi merasa, inilah saatnya aku menuliskan apa yang ada di pikiranku saat melihat fenomena sis A, supaya aku selalu ingat, in case kegiatanku di media sosial sudah sangat mengganggu kesehatan mentalku juga, aku bisa melihat tulisan ini lagi untuk direnungkan.
Dear mahmud (mamah muda) , sadarkah kalau, apa yang diposting selebgram, artis-artis, influencer, di media sosial mereka itu kebanyakan adalah pencitraan belaka?
Aku serius bertanya, karena nampaknya banyak yang melihat setiap postingan dari influencer idolanya adalah suatu kewajiban yang patut ditiru, atau bahkan menjadikan hidup sang influencer menjadi standar hidup yang patut dicapai demi kebahagiaan.
Ini yang kemudian membuat banyak yang kecewa, ketika menyadari hidupnya tidak seindah sis A, atau apapun yang diperbuat terhadap anaknya tetap tidak bisa seperti anaknya sis A. Tidak heran orang-orang yang kecewa ini lalu mengkampanyekan kekecewaan mereka melalui kata-kata kasar, menjelekkan, frontal kepada si idola.
Sedih, tapi tetap aku harus bilang ini, menurutku kecewa dengan cara mengata-ngatai mungkin masih lebih baik, karena setidaknya orang itu sadar dan berusaha ingin menyadarkan bahwa sang idola tidak selalu seindah citranya.
Ada level yang lebih buruk dari mengata-ngatai sang idola. Apa itu?
Mengata-ngatai dan mengutuk hidup mereka sendiri karena tidak bisa mengikuti idolanya, yang membawanya menjadi stress. Stress itu ga main-main loh. Ada yang berupa baby blues, ada yang menjadi marah kepada pasangan (suami / istri) karena tidak bisa memenuhi keinginan hidupnya seperti sang influencer, ada juga yang malah menganggap anak mereka yang masih bayi/balita, tidak tumbuh dengan baik karena tidak seperti anak-anak yang ada di media sosial sang influencer.
Contoh nih..
“Wih sis A bisa ya, kerja sambil bawa anaknya, anaknya anteng, terus dia bisa manggung sukses. Udah gitu ga pakai helper lagi. Gila keren banget!”.
Kenyataan yang dihadapi, megang anak sendiri tanpa helper itu sangatlah membuat stress. Jangankan bawa anak pergi, waktu mau kerja di rumah aja, baru buka handphone, anak udah langsung rewel mau ngerebut hp minta setelin video baby shark. Jangankan sukses bikin postingan instagram yang cantik. Mikirin cara biar si bocah berhenti merengek ngerebut hp aja udah bikin males.
Ya ga sihh??
Terus kenapa dong sis A harus bikin postingan yang menyesatkan kayak gitu??
Well, darling.. That is life!
Ga harus di media sosial, setiap orang itu pasti pengen punya citra yang bagus di mata orang.
Misal nih punggung lagi jerawatan, padahal pengen pake kebaya yang punggung atau pundaknya keliatan dikit (atau banyak) biar seksi gitu, terus apakah kamu ga akan melakukan apa-apa untuk nutupin jerawat itu? Masa sih??
Dan ketika akhirnya kamu nutupin si jerawat dengan concealer. Ehh, tetiba concealernya luntur dan ada seseorang dari antah berantah yang tau kamu aslinya ga semulus itu, lalu protes ke kamu, ngatain kamu tukang bohong.
Terus kamu bakal ngapain?
Cuek aja, atau bikin statement minta maaf karena udah pake concealer di punggung?
Itulah kenapa riset membuktikan bahwa media sosial itu membuat kesehatan mental kita terganggu. Karena kita jadi dihadapkan pada bejibun orang dan teman yang membangun citra positif mereka masing-masing, setiap detik semua bermunculan di layar hp yang membuat candu. Secara tidak sadar kita jadi ingin menjadi seindah orang-orang yang kita lihat di layar hp. Membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain yang kelihatan indah..
Ketika kita sedang tidak dalam kondisi yang baik, di situlah rawan terjadinya hal-hal buruk. Menyalahkan diri sendiri hingga orang lain pun akhirnya menjadi kebiasaan buruk yang menggerogoti kesehatan mental kita.
Aku, dulu pernah banget ngerasain ada yang salah dengan diriku. Saat baru melahirkan, anakku ga bisa berhenti menangis saat siang. Jangankan foto lucu pakai kostum bayi ala ala. Buat foto anak lagi diem ga nangis aja susah banget. Aku sempat berpikir anakku mengidap penyakit serius, karena ga seperti anak2 bayi kebanyakan, yang aku lihat di Instagram.
Ini dia kenapa aku paham dengan apa yang dilakukan hater si sis A tadi. Rasanya setiap ada yang memuja selebgram yang “katanya” megang anak sendiri tanpa pengasuh anak, pengen banget bilangin, please be realistic honey..
Intinya, yuk kita saling mendukung dan ngasih gambaran motherhood yang normal untuk sesama ibu muda.
Normal kalau memang kita ga akan pernah bisa punya waktu lama untuk ngedate sama pasangan setelah punya anak..
Normal kalau anak bayi itu nangis terus dan susah difoto, karena emang bayi seperti itu..
Normal kalau stres karena rumah yang tak pernah rapi , banyak semut, banyak tupperware yang tutupnya hilang buat mainan anak..
Normal kalau kita ga bisa membayar pengasuh anak bagus, karena memang demikianlah kemampuan kita..
Normal kalau anak kita mungkin pertumbuhannya tidak se cemerlang anak temen di media sosial. Tenang aja, setiap anak punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tidak perlu membandingkan.
Yes , motherhood is so much challenging. Tenang, relax, sharing dengan sesama ibu, percaya pada anak, InsyaAllah kita pasti bisa melaluinya dengan baik.
Dan, ini yang terpenting : coba yuk kurangi intensitas media sosial kita, beri waktu lebih untuk main sama anak dan ngobrol dengan pasangan, jadi ga ada kepikiran lagi untuk membahas kehidupan diluar kehidupan kita sendiri 😉
8 Comments. Leave new
Aku setuju banget soalnya ya realitanya gak seindah foto, ngurus anak selalu ada drama gak selalu smooth. yang real aja lah liat keluarga atau tetangga bukan selebgram yang indah aja semuanya
Hai Mirna, makasih udah mampir ya. Betul, sekarang di era digital kita harus pinter2 membedakan mana realita mana virtual 🙈
Postingan yang sangat menarik, Mbak. Setuju sekali, media sosial seperti Instagram, kalau tidak digunakan dengan baik dan bijak lama-lama akan berkonstribusi mengganggu kesehatan mental kita. Perlu mengatur kapan waktu yang tepat untuk menggunakan media ini dan membekali diri kita dengan keterampilan yang cukup dalam berhadapan dengan serangan feedback dari mereka yang melihat postingan kita .
Hai Ayu, makasiih udah mampir ya.
Yes couldn’t agree more!
setujuu !!! hidup dan dinamika mengasuh anak selamanya gak akan ada yang semulus paha cherrybelle.
aku jadi inget ini;
“jika hari ini dia tidak diuji, besok dia diuji, jika besok dia tidak diuji, lusa pasti diuji.” Jangan kira apa yang kita posting, apa yang kita banggakan tidak ada ujiannya, setiap orang akan ada ujiannya masing-masing dan kata-kata akan mengejar siapa yang mengatakannya. jazakillaah ya mama kili pengingatnya , tulisannya dari hati banget, jadi nyampe nya ke hati aku , love
Hai teh Nisa, makasiih udah mampir yaaa ❤.
Paha Cherrybelle 😍😍😍
Wa Jazakillah teteh sayang, kiss kiss juga dari hatikuuu 😘
Huhahahahahha, mungkin netizennya gatau kalau yang fotoin si mba A adalah helpernya hihihihihi. Krn ada influencer yg pernah aku lihat dibantu fotoin sama suster anaknya dan hasilnya bagussss.
@roosvansia
Betul banget! Helper sekarang udah pada banyak yang trendi juga kok, bisa jadi karena tuntutan pekerjaan juga yah! hihihi..
thanks udah mampir ya :*